Nilai hanyalah hasil sebuah perjuangan
Yang takkan berarti ditengah manusia di jamannya
Karena keterlambatan tekhnologi dan logika
Kebiasaan umum dan awam menyudutkan
Seiring dengan kepentingan serta kekuasaan


--JACK--

Monday 7 May 2012

Kelembutan hati sang Nabi

Lembut, peka hati, begitulah kiranya julukan yang pantas diberikan kepada Muhammad sang Nabi, dia dikatakan gila, dilempari dengan kotoran kotoran, dihina, bahkan sampai diludahi, tak kurang untuk dibunuh, namun beliau tetaplah penuh kelembutan dan kasih sayang. 
Ketika setiap hari selalu diludahi oleh seorang lelaki disaat beliau lewat depan rumahnya, dan telah menjadi sebuah rutinitas, maka dikala lelaki itu tak melakukannya membuat sang nabi heran,  bertanyalah beliau kepada tetangga lelaki tersebut ( rupanya lelaki  itu sedang sakit.)
Apakah sang Nabi merasa senang dan bangga ? Tidaklah demikian, justru Muhammad SAW bertamu untuk menjenguk dan menghibur lelaki itu, begitulah akhlak sang Nabi, bukan sosok pemarah jika dihina, terkecuali Allah SWT yang dihina, Tuhan sang Nabi, Tuhan manusia.
Begitu pula kisah sang Nabi didataran Tha'if, dimana sepeninggal Abu Thalib, gangguan kafir Quraisy terhadap Rasulullah saw semakin bertambah ganas,  maka ketika beliau merasakan gangguan kaum musyrikin Quraisy bertambah hebat serta menjauhi agama Islam, beliau berpikir untuk meninggalkan Makkah ke Tha’if.  Beliau berharap akan memperoleh dukungan penduduk setempat dan akan menyambut
baik ajakan beliau untuk memeluk agama Islam. Dengan berbekal harapan itu, Muhammad saw sang Rasul bersama Zaid bin Haritsah, anak angkat beliau SAW berangkat ke Tha’if. 

Banyak tokoh Quraisy membangun tempat peristirahatan di sana, kabilah terbesar di Tha’if adalah Bani Tsaqif, kabilah yang berkuasa serta mempunyai kekuatan fisik serta ekonomi yang cukup memadai, mengetahui hal ini, Rasulullah SAW menemui pemimpin Bani Tsaqif yang terdiri dari tiga bersaudara. Rasulullah saw menyampaikan maksud kedatangan beliau dan mengajak mereka untuk memeluk Islam dan tidak menyembah selain Allah SWT, namun jawaban dari mereka sungguh di luar harapan sang Nabi saw. Salah satu dari mereka berkata, “Apakah Allah tidak dapat memperoleh seseorang untuk diutus selain engkau?” Yang lainnya berkata, “Kami hidup turun-temurun di sini tiada kesusahan atau pun penderitaan, hidup kami makmur, serba berkecukupan, dan kami merasa senang dan bahagia, oleh sebab itu, kami tak perlu agamamu, juga tidak perlu dengan segala ajaranmu, kami pun punya Tuhan yang bernama Al-Latta, yang memiliki kekuatan melebihi berhala Hubal di Ka’bah, buktinya dia telah memberikan kesenangan di sini dengan segala kemewahan dan kekayaan yang kami miliki. Sedang yang lainnya  berkata, “Jauh berbeda dengan ajaran yang kalian tawarkan, penuh siksaan dan daerah yang selalu penuh dengan derita, jelas kami menolak ajaran kalian, bila tidak, maka akan menimbulkan malapetaka bagi penduduk kami di sini.” Mendengar jawaban mereka, berkata Muhammad Rasulullah SAW, “Bila memang demikian, kami pun tidak memaksa, maaf kalau telah mengganggu kalian, kami mohon diri.” Berkata mereka, “Pergilah kalian cepat-cepat dari sini ! Sebelum kau sebarkan bencana besar bagi penduduk di sini, kedatangan kalian ke sini tak bisa kami diamkan begitu saja, mau tak mau kami harus melaporkan hal ini kepada pemimpin Bani Quraisy di Makkah sebagai mitra kami, kami tidak ingin berkhianat kepada mereka.” Maka Rasulullah saw dan Zaid bin Haritsah keluar dari rumah para pemimpin Bani Tsaqif itu, akan tetapi para pemimpin Bani Tsaqif tidak membiarkan mereka berdua pergi begitu saja, di luar rumah para pemimpin Bani Tsaqif Rasulullah saw dan Zaid bin Haritsah dihadang oleh sekelompok penduduk kota Tha’if yang tampaknya tidak ramah, bahkan di antara kelompok itu ada beberapa anak kecil, dengan satu aba-aba dari seseorang sekelompok penduduk itu pun melempari Rasulullah saw dan Zaid bin Haritsah dengan batu, Zaid bin Haritsah berusaha melindungi Rasulullah saw sambil pergi dari tempat itu, mereka berdua terluka. 

Setelah agak jauh dari kota Tha’if, Rasulullah berteduh dekat sebuah pohon sambil membersihkan luka-luka mereka lalu Rasulullah mengangkat kepala menengadah ke atas, ia hanyut dalam suatu doa yang berisi pengaduan yang sangat mengharukan:
“Allahumma ya Allah, kepadaMu juga aku mengadukan kelemahanku, kurangnya kemampuanku serta kehinaan diriku di hadapan manusia, wahai Tuhan Yang Mahapengasih Maha penyayang, Engkaulah yang melindungi si lemah, dan Engkaulah Pelindungku, kepada siapa hendak Kauserahkan daku? Kepada orang yang jauhkah yang berwajah muram kepadaku, atau kepada musuh yang akan menguasai diriku? Asalkan Engkau tidak murka kepadaku, aku tidak peduli, sebab sungguh luas kenikmatan yang Kaulimpahkan kepadaku, Aku berlindung kepada Nur Wajah-Mu yang menyinari kegelapan, dan karenanya membawakan kebaikan bagi dunia dan akhirat, Janganlah Engkau timpakan kemurkaanMu kepadaku. Engkaulah yang berhak menegur hingga berkenan pada-Mu, dan tiada daya upaya kecuali dengan Engkau.”
Allah mengutus Jibril untuk menghampiri beliau, Jibril berkata, “Allah mengetahui apa yang telah terjadi di antara kamu dan penduduk kota Tha’if, Dia telah menyediakan malaikat di gunung-gunung di sini untuk menjalankan perintahmu, jika engkau mau, maka malaikat-malaikat itu akan menabrakkan gunung-gunung itu hingga penduduk kota itu akan binasa, atau engkau sebutkan saja suatu hukuman bagi penduduk kota itu.”
Rasulullah saw terkejut dengan hal ini, lalu bersabda, “Walau pun orang-orang ini tidak menerima ajaran Islam, aku harap dengan kehendak Allah, anak-anak mereka pada suatu masa nanti akan menyembah Allah dan berbakti kepada-Nya.” 

Demikianlah kelembutan hati Sang Nabi, begitu mulia pengorbanan, walau halangan menimpa, hatinya tetap tabah dan penuh kelembutan kasih-sayang.



Maka tetaplah kamu memberi peringatan, dan kamu hai Muhammad tidaklah menjadi tukang tenung dan tidak pula menjadi gila, karena mendapat nikmat kenabian dari Tuhanmu. Bahkan mereka (orang-orang kafir itu) mengatakan: Dia adalah seorang penyair yang kami tunggu-tunggu kecelakaan menimpanya. Katakanlah hai Muhammad untuk menjawab perkataan itu: Tunggulah apa yang ingin kamu tunggu, maka sesungguhnya aku pun termasuk orang-orang yang menunggu bersama kamu, siapakah di antara kita yang mendapat siksaan dari Allah. Apakah mereka diperintah oleh akal-akal mereka untuk mengucapkan berbagai tuduhan keji terhadap Muhammad ataukah memang mereka sengaja membangkang sehingga tidak berfikir lagi dalam melontarkan tuduhan tersebut. Ataukah mereka menuduh: Dia (Muhammad) membuat-buat omongan yang kemudian diatas namakan Allah. Sebenarnya berbagai tuduhan tersebut adalah dalam rangka sikap mereka yang tidak mau beriman. Maka hendaklah mereka coba mendatangkan kalimat seperti yang ada dalam Al-Qur’an itu jika memang keraguan mereka itu benar-benar bisa dibuktikan. Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun, ataukah mereka yang menciptakan diri mereka sendiri? Ataukah mereka yang telah menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini ideologi yang mereka katakan. Ataukah di sisi mereka ada perbendaharaan rahasia Tuhanmu atau merekakah yang berkuasa terhadap alam raya ini? Ataukah mereka mempunyai tangga ke langit untuk mendengarkan berita-berita gaib? Maka hendaklah orang yang mendengarkan berita-berita gaib itu di antara mereka, supaya mendatangkan keterangan yang nyata.” (Ath-Thur: 29 – 38)

“Apakah engkau tidak perhatikan keadaan mereka yang menuhankan selera hawa nafsunya, apakah engkau hai Muhammad akan memperjuangkan untuk menunjuki mereka kepada jalan kebenaran. Atau mungkin engkau mengira bahwa sebagian besar dari mereka mendengarkan omongan nasehatmu atau memikirkan makna nasehatmu? Sesungguhnya mereka itu tidak lebih dari keadaan binatang ternak bahkan lebih tidak bisa berfikir lagi. (Al-Furqan: 43 – 44).